RYANTIKA
DEVI FIRDA NURBACH
201466051
TUGAS EPIDEMOLOGI
DATA TENTANG PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN DI INDONESIA
PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI
201466051
TUGAS EPIDEMOLOGI
DATA TENTANG PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN DI INDONESIA
PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI
PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN
KEMATIAN DIABETES MELITUS
Gaya hidup modern dengan banyak
pilihan menu makanan dan cara hidup yang
kurang
sehat yang semakin menyebar keseluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan jumlah penyakit degenerative. Diabetes Melitus (yang
selanjutnya disingkat DM) merupakan salah satu penyakit degenerative (Krisnatuti,
2008).
Penyakit Diabetes Melitus merupakan
penyakit degeneratif yang sangat terkait dengan pola makan. Pola makan
merupakan gambaran mengenai macam-macam, jumlah dan
komposisi
bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang. Gaya hidup di perkotaan
dengan
pola diet yang tinggi lemak, garam, dan gula, keseringan menghadiri
resepsi/pesta,
mengakibatkan
masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan
mengakibatkan
berbagai penyakit termasuk DM. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun
2030.
SEJARAH
PENYAKIT DIABETES MELITUS
Pada 1552 SM (Sebelum
Masehi), di Mesir dikenal penyakit yang ditandai dengan sering kencing dan
dalam jumlah yang banyak (yang disebut dengan poliurial) serta penurunan berat
M badan yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Kemudian pada 400 SM, seorang
penulis India yang bernama Sushratha menyebut penyakit tersebut dengan
“penyakit kencing madu” (honey urine disease).Nama penyakit tersebut dikenal
luas di kalangan niasyarakat dunia dan sangat populer di kalangan medis pada
masa itu. Seiring perjalanan waklu, pada 200 SM tersebutlah Aretaeus yang
memberi nama penyakit tersebut dengan “diabetes mellitus”. Diabetes berarti
“mengalir terus” dan Mellitus berarti “rnanis”. Penamaan tersebut berdasarkan
ciri-ciri yang terjadi pada penderitanya. Disebut Diabetes karena penderita
minum terus- menerus dan dalam jumlah yang banyak (atau polidipsia), yang
kemudian “mengalir terus” berupa air seni (urine); sedangkanpenyebutan Mellitus
berdasarkan pada fakta air seni penderita mengandung gula (manis).
Pada dasarnya, DM terjadi karena tubuh Anda kekurangan hormon insulin
atau hormon insulin yang ada tidak mencukupi kebutuhan, atau tidak dapat
bekerja normal. Padahal hormon insulin mempunyai peranan utama untuk mengatur
kadar glukosa (= gula) di dalam darah menjadi sekitar 60-120 mg/ dL pada waktu
puasa dan di bawah 200 mg/dL pada dua jam sesudah makan.
Penyakit
DM tercantum dalam urutan nomor empat dari prioritas penelitian nasional untuk
penyakit degenerative setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, dan geriatrik
(Krisnatuti,2008). Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah Diabetes Melitus
tipe 2 (Sudoyo, 2007). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030.
Indonesia berada diperingkat keempat jumlah penyandang DM di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (Hans, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5persen). Prevalensi diabetes mellitus terendah ada di pro vinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8persen). Prevalensi Diabetes di Sulawesi Utara berdasarkan profil kesehatan provinsi SULUT tahun 2008 di dapatkan angka lebih tinggi di tingkat provinsi SULUT(1,6%) daripada angka nasional(1,0%). Penyakit ini tersebar di seluruh kabupaten dan kota di SulawesiUtara,dengan prevalensi tertinggi di kota Manado.
Indonesia berada diperingkat keempat jumlah penyandang DM di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (Hans, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5persen). Prevalensi diabetes mellitus terendah ada di pro vinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8persen). Prevalensi Diabetes di Sulawesi Utara berdasarkan profil kesehatan provinsi SULUT tahun 2008 di dapatkan angka lebih tinggi di tingkat provinsi SULUT(1,6%) daripada angka nasional(1,0%). Penyakit ini tersebar di seluruh kabupaten dan kota di SulawesiUtara,dengan prevalensi tertinggi di kota Manado.
Grafk
diatas menunjukan bahwa penyakit
Diabetes Melitus di Indonesia mengalami peningkatan jumlah kematian pada tahun
1994, 1998, 2000, dan pada tahun 2010.
IRMA DAMAYANTI
201366022
TUGAS EPIDEMOLOGI
DATA TENTANG PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN DI INDONESIA
PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI
201366022
TUGAS EPIDEMOLOGI
DATA TENTANG PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN DI INDONESIA
PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI
PERUBAHAN
POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN PADA PASIENHIPERTENSI
Menurut Depkes RI (2001)
mengemukakan terjadinya transisi epidemiologi penyakit ditunjukkan dengan
adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit yaitu adanya
penurunan prevalensi penyakit infeksi, namun terjadi peningkatan prevalensi
penyakit non-infeksi atau penyakit degeneratif seperti: hipertensi, stroke,
kanker, diabetes melitus dan lain-lain. Selain itu perubahan gaya hidup (life
style)masyarakat dan sosial ekonomi juga
dapat
memicu semakin meningkatnya prevalensi penyekit degeneratif, di mana juga masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, salah satunya adalah hipertensi dan
sering kali dijumpai tanpa gejala, walau relatif mudah diobati namun apabila
tidak diobati akan menimbulkan komplikasi seperti Stroke, Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJP), Gangguan Ginjal dan lain-lain yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan cacat maupun kematian (Bustan, MN, 1995).
Profil Kesehatan Sumatera Utara
(2001) melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per
100.000 penduduk, sebesar 8,21% pada kelompok umur di atas 60 tahun untuk
penderita rawat jalan.Berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien rawat inap
di Rumah Sakit Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki
peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02% (1.162 orang), pada
kelompok umur ≥60 tahun sebesar 20,23% (1.349 orang).
Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan hipertensi termasuk ke dalam sepuluh penyakit terbesar dari penderita
yang dirawat inap di bangsal penyakit dalam. Dari 400 penderita stroke yang
dirawat di bangsal penyakit dalam pada tahun 1982-1985 38% menderita hipertensi
(Sumartono dan Aryastamy, 1999).
Hasil penelitian Hanim (2003)
proporsi penderita hipertensi rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan adalah
1,78%, proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu sebesar 53,1%.
Di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan, hipertensi merupakan rangking ketiga
dari 10 penyakit terbesar yang dilaporkan dengan jumlah 1.776 pasien yang
datang berobat selama tahun 2003. Jumlah kunjungan ke Puskesmas dari semua penyakit
adalah 15.255 pasien, dengan demikian proporsi kunjungan penyakit hipertensi
sebesar 11,64% (Puskesmas Pekan Labuhan, 2003).
Grafik
Penyebab kematian paling besar (WHO, 2005)
Indonesia:
59,5% Kematian Akibat Penyakit Tak Menular, Termasuk Jantung
Di Indonesia, sebagai salah satu
negara berkembang ternyata masih berjuang menghadapi pelbagai masalah
kesehatan. Penyakit infeksi masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan, di sisi lain perubahan gaya hidup yang serba cepat tidak menahan
laju perkembangan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh
darah. Hal ini diperkuat dengan data yang diperoleh pada tahun 2007, angka
kematian akibat penyakit jantung dan tidak menular pada tahun 1995 sebesar
41,7% meningkat menjadi 59,5% pada tahun 2007.
Kalimantan Selatan “Juara
Hipertensi”
Penyakit hipertensi sebagai salah
satu “kawan” dari penyakit jantung, ternyata dinilai cukup tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka kejadian
atau prevalensi penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun dengan hipertensi
adalah sebesar 31,7%. Ternyata hipertensi tidak hanya terjadi pada penduduk
berusia di atas 18 tahun, namun juga pada penduduk berusia 15-17 tahun. Jika
dilihat berdasarkan kriteria hipertensi sesuai JNC VII, terdapat 4050 (8,4%)
penduduk berusia 15-17 tahun dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi
berdasarkan provinsi terdapat di Kalimantan Selatan (39,6%), dan terendah di
Papua Barat (20,1%).
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 memperlihatkan bahwa prevalensi beberapa penyakit
jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi sangat tinggi yaitu 31,7%,
diikuti stroke sebesar 8,3% dan penyakit jantung sebesear 7,2% per 1.000
penduduk.
Aceh “Juara Stroke”
Penyakit kardiovaskular juga erat
kaitannya dengan penyakit stroke. Di Indonesia, angka prevalensi stroke juga
cukup tinggi yaitu sekitar 72,3%, dengan provinsi Aceh menduduki angka
prevalensi tertinggi yaitu 16,6% dan terendah di Papua (3,8%).
Data Riskesdas memperlihatkan bahwa
penyebab kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%), hipertensi
(6,8%), penyakit jantung iskemik (5,1%), dan penyakit jantung lainya (4,6%).
Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke
sebesar 15,9%, kemudian penyakit jantung sistemik sebesar 8,7% dan hipertensi
serta penyakit jantung lainya sebesar 7,1%. Sementara itu di pedesaaan, angka
kematian tertinggi diakibatkan oleh penyakit menular yaitu tuberkulosis (TBC)
diikuti oleh stroke sebesar 11,5% dan hipertensi 9,2% dan penyakit jantung
iskemik 8,8%.
Pada penduduk usia 55-64 tahun yang
tinggal di daerah perkotaan, stroke tetap menjadi penyebab kematian utama
(26,8%), kemudian penyakit jantung iskemik (5,8%), hipertensi (8,1%), dan
penyakit jantung lainnya (4,7%).
Bagaimana dengan penduduk di
pedesaan? Ternyata pola penyebab kematian di pedesaan dan perkotaan menunjukkan
pola yang serupa dengan stroke (17,8%) sebagai penyebab kematian utama, diikuti
oleh beberapa penyebab lain antara lain hipertensi (11,4%), penyakit jantung
iskemik (5,7%), dan penyakit jantung lain (5,1%).
Daftar pustaka
Roupa,
dkk. (2009). Health science journal.
http://www.hsj.gr/
volume3/issue1/35.pdf.
Bustan,
M. N., 1995. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Prodjosudjadi,
W., 2000. Hipertensi, Berkala Neurosains, Vol 1, No.3: 133-139 Jakarta.